Minggu, 01 April 2012

Mandera na Metmet

















Mandera na Metmet
(Bendera Kecil)
Novel Bilangual dalam bahasa Batak dan Bahasa Indonesia
Karya Saut Poltak Tambunan


Setiap hari saya berdoa "jauhkanlah kami dari pencobaan". Akan tetapi sudah 2 kali saya menghadapi pencobaan dari Tulang dan Pariban saya Saut Poltak Tambunan.
Pertama, entah dasarnya dari mana, saya diajak oleh beliau ini untuk ikut menjadi pembahas bukunya yang baru saja terbit "Torsatorsa Hata Batak Manongkal Holi', padahal saya bukanlah seorang penggemar apalagi pembaca karya sastra yang baik. Kalau pun ada bertumpuk Novel-novel di rak Buku keluarga kami, janganlah berprasangka bahwa saya pernah menyentuh itu. Buku-buku itu adalah milik Istri saya, yang memang seorang “kutu buku”, dan pemburu bacaan karya sastra, dan seringkali berpinjam buku dan lupa tak dikembalikan dengan adek saya Elkana Lumbantoruan. Ajakan menjadi pembahas sebuah karya sastra, dalam bahasa batak lagi, benar-benar pencobaan yang sangat berat, sampai2 saya kehilangan waktu tidur saya, dan asam lambung meningkat. Apalagi dipersandingkan dengan seorang pengamat budaya berkaliber sejuta penggemar sekelas Suhunan Situmorang, hari-hari saya benar-benar tidak nyaman membayangkan harus memberikan ulasan terhadap karya seorang penulis sekaliber SPT yang telah berkarya hampir 40 tahun dengan puluhan buku2 yang telah menjadi best seller dikalangan penggemarnya.
Pencobaan kedua kemudian datang, belum lama berselang setalah diskusi buku "Mangongkal holi" tersebut melalui email yang saya terima dari beliau meminta saya membuat sedikit tulisan pengantar pada Novelnya yang akan diterbitkan berjudul "Mandera na Metmet". Email tersebut saya terima ketika saya dalam perjalanan pulang ke rumah di tengah kemacetan Jakarta, dan keringat dingin langsung meluncur membaca email tersebut. Beruntung dengan kemajuan teknologi, dalam kemacetan tersebut saya mencoba membaca naskah yang dikirimkan, dan dalam waktu 2.5 jam perjalanan tersebut saya bisa menyelesaikan dengan membaca cepat semua naskah tersebut. Kalau membuat executive summary sebuah proposal business mungkin sudah menjadi pekerjaan sehari-hari, tapi membuat executive summary sebuah karya sastra, sunggu membuat saya gemetaran. Karena kebiasaan saya kalau membaca novel-novel atau sejenisnya saya langsung ke Bab-babnya, dan sangat jarang membaca prolog atau komerntar2 pendahuluan tentang buku tsb. Saya balas emailnya beliau sembari mengatakan, Tulang, saya sangat bangga dan menghargai usahanya untuk menulis karya2 sastra dalam bahasa Batak dan habatahon, dan akan mencoba membuat prolog buku tersebut, akan tetapi kalau ada yang lebih baik, jangan ragu-ragu untuk menggantikannya.

Mandera na Metmet - "Anak-anak Batakpun ikut berperang mempertahankan Kemerdekaan".

Seumur saya, sangat jarang saya mendengarkan cerita-cerita orangtua tentang perjuangan kemerdekaan yang nyata terjadi di kampung kami, atau di lingkungan tanah batak, melalui penuturuan orangtua atau kerabat tentang pengalaman mereka di masa penjajahan maupun paska kemerdekaan. Kalaupun ada, mungkin cuma perjuangan Sisingamangaraja XI I seperti yang sering kami tonton melalui Opera Serindo, atau dari pelajaran sejarah perjuangan kemerdekaan. Seringkali timbul perasaan iri setiap menjelang 17 Agustus, cerita2 sinetron atau film2 tentang kemerdekaan Indonesia kita hanya menyaksikan kehebatan pahlawan2 kemerdekaan dari suku-suku lainnya, atau paling tidak hanya sebatas kota Medan saja. Apakah di kampung kita sana, di Tapanuli (dahulu Tapanuli Utara, atau Keresidenan Tapanuli) tidak terjadi perang kemerdekaan, sehingga tidak ada tokoh atau cerita tentang perjuangan mereka yang tersisa untuk menjadi renungan bagi anak2 Batak?.

Dalam buku Kumcer "Mangongkal Holi", bagian Omak, SPT juga memaparkan sekilas bahwa tembak-menembak dalam era paska kemerdekaan seperti yang terjadi di kampung-kampung lain di Indonesia juga terjadi di sekitar Balige. Cerita inipun masih bisa saya bayangkan, seperti yang terjadi di sekitar tahun 1965 di mana kami anak-anak waktu itu setiap malam harus ikut berlindung dan masuk ke Lubang persembunyian walaupun tidak mengerti apa yang terjadi waktu itu. "Mandera na Metmet" membawa kita untuk membayangkan kondisi anak-anak Batak yang ikut berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan jiwa kekanak-kanakan mereka.

Cerita “Mandera na Metmet” mengambil setting perjuangan kemerdekaan sekitar agresi militer Belanda I sekitar tahu 1947 – 1948, yang dituturkan oleh Tokoh Ompung yang begitu akrab, komunikatif dan dirindukan oleh cucu-cucunya Batara, Uli dan Hasian. dan kemungkinan besar terjadi di sekitar Onanrunggu Sipahutar, agak mirip dengan gambar yang dibuat menjadi cover dari Novel ini.

Kepiawaian menyusun struktur cerita dalam buku ini, membuat kita berada pada posisi Batara, Hasian dan Uli yang selalu penasaran untuk segera tahu kelanjutan cerita tokoh Ompung. Rasa penasaran ini selalu terbentur dalam keterbatasan waktu dan disiplin yang ditetapkan oleh orang tua mereka.

Jeremia dan Jekjek kita temukan menjadi tokoh utama dalam cerita ini. Anak-anak berumur sekitar 12 – 14 tahun, tidak bersekolah. Mereka memahami arti merdeka, penjajahan, makna keberanian, kesetiakawanan dan nilai-nilai perjuangan, bukan dari bangku sekolah, melainkan dari persoalan-persoalan kehidupan yang mereka saksikan masa itu.

Sifat anak-anak yang sangat natural mengalir dengan baik. Keterlibatan anak-anak dalam cerita ini dituturkan tanpa kesan heroic yang dibuat-buat. Perkenalan si Jekjek dengan si Jeremia diawali dengan perasaan iri si Jekjek yang merasa tersaingi dengan kehadiran si Jeremia, dibangun begitu indah menjadi persahabatan yang sejati antara dua anak-anak, meskipun berakhir dengan mengharukan. Begitu juga dengan ketulusan masyarakat desa dalam bahu membahu, berbagi suka dan duka dengan teman sekampung, serta memberikan dukungan kepada para pejuang. Semua itu disajikan dengan baik seolah-olah kita sedang berada dalam kekalutan hidup mereka untuk ikut mengungsi menghindari kekejaman si penjajah Belanda.
Penulisan cerita ini dalam dua Bahasa, pasti akan sangat membantu kalangan muda orang Batak untuk menikmati cerita langka ini. Saut Poltak Tambunan, si penulis cerita berusaha sekali mem”batakkan” cerita-cerita tersebut dengan memasukkan nilai-nilai muatan lokal habatahon sebagai “ poda” (nasihat) yang layak direnungkan pada masa kini.

Dengan terbitnya Novel ini, saya sangat berharap menjadi inspirasi bagi penggiat karya sastra Batak dan Habatahon. Tulang/pariban saya SPT seakan mendobrak semua hambatan-hambatan yang selama ini mengganjal bagi para penggiat karya sastra orang Batak untuk menerbitkan karya-karyanya. Menerbitkan kumpulan cerpen dalam bahasa batak "Mangongkal Holi" saja sudah menjadi perjudian yang sangat besar, belum dalam hitungan tahun, kenekatan (gejolak hati yang membara) dari seorang Saut Poltak Tambunan, kembali memberanikan diri untuk menerbitkan karya sastra berupa Novel cerita perjuangan anak-anak Batak dalam dua Bahasa dan Bahasa Batak lagi. DITULIS sendiri, DIKERJAKAN sendiri, DITERBITKAN sendiri, DIJUAL sendiri.....dalam usianya yang tidak muda lagi, apa yang dilakukan oleh Saut Poltak Tambunan semoga menjadi pendorong untuk lahirnya karya-karya lain tentang Batak dan Habatahon. Juga sangat berharap agar para penggiat sastra orang Batak dan Tulang Saut Poltak Tambunan berkenan saling membuka diri, berbagi pengalaman, dan saling mendukung untuk lahirnya karya2 bermutu lainnya dari para penggiat sastra batak yang selama ini terganjal dengan hambatan-hambatan ekonomis untuk menerbitkan karya-karyanya.

Selamat untuk Tulang Saut Poltak Tambunan, Selamat untuk orang Batak, akhirnya kita punya cerita tentang anak-anak Batak Pemberani yang ikut mempertaruhkan jiwanya demi tegaknya Indonesia raya.

Rabu, 14 Maret 2012

Mangongkal Holi


 

Mangongkal holi, Oleh: Saut Poltak Tambunan
Torsatorsa marhata Batak, taringot tu halak Batak, huta ni halak Batak, ngolu/adat dohot hasomalan ni halak Batak

Dibawakan dalam bahasa Batak dalam diskusi Kumpulan Cerpen berbahasa Batak, pada 10 Maret 2012.

1                   Patujolo

Saya terkejut sekali ketika saya menerima pesan singkat dari Tulang Saut Poltak Tambunan yang meminta saya untuk salah satu Pembahas dalam diskusi Kumcer Mangongkal Holi. Latar belakang saya boleh dikatakan sangatlah jauh dari karya-karya sastra, apalagi layak disebut sebagai pencinta seni sastra. Kalau pun ada bertumpuk Novel-novel di rak Buku keluarga kami, janganlah berprasangka bahwa saya pernah menyentuh itu. Buku-buku itu adalah milik Istri saya, yang memang seorang “kutu buku”, dan pemburu bacaan karya sastra, dan seringkali berpinjam buku dan lupa tak dikembalikan dengan adek saya Elkana Lumbantoruan.

Dengan dasar tersebut, saya benar-benar “stress” membaca pesan singkat Tulang SPT, apalagi mengetahui bahwa teman saya sebagai pembahas adalah figure Batak Keren sejuta fans “Suhunan Situmorang”, membuat maag saya kumat sejak menerima SMS tersebut. Tetapi saya tetap memberanikan diri untuk menerima tantangan tersebut, sebagai bentuk penghargaan saya atas susah payah dan dedikasi SPT untuk merelease sebuah karya sastra dalam bahasa batak, bukan hanya karana buku ini merupakan Kumpulan Cerpen Pertama yang ditulis dalam bahasa batak, akan tetapi juga perjuangan beliau untuk mengusahakan rampungnya karya tersebut, dari penulisan, penerbitan sampai dengan pendistribusian buku tersebut dengan usaha sendiri.
Saya berfikir, kalau SPT menulis cerpen, Novel atau bentuk karya sastra lain dalam bahasa Indonesia, atau bahasa Inggris, pasti biasa-biasa saja. Toh hal tersebut sudah dilakukannya lebih dari 40 tahun dengan puluhan buku2 yang telah menjadi best seller dikalangan penggemarnya. Tapi menulis karya sastra dalam bahasa Batak, adalah sebuah usaha yang luar biasa. Saya mendorong diri saya sendiri untuk merasakan hal tersebut, dengan tekad membuat pembahasan dalam bahasa batak. Berhubung saya bukan seorang penulis yang baik, saya mohon ijin kepada Tulang SPT untuk menyajikan bahasan saya dalam bentuk slide presentation.  Dan hal itu merupakan tantangan tersendiri untuk membuat bahan presentasi dalam bahasa Batak.

Berikut ini adalah rangkuman pembahasan saya yang saya bawakan, barangkali berguna untuk mengenal lebih jauh KumCer Mangongkal Holi.

Pembahasan ini saya kelompokkan dalam 3 bagian pembahasan, yakni;
-          Tinorsahon ni Mangongkal Holi, dan
-          Tinonahon ni Mangongkal Holi
-          Panimpuli – Tona ni natuatua


2          Tinorsahon ni Mangongkal Holi

Menurut saya, KumCer Mangongkal Holi secara garis besar menceritakan tentang Batak meliputi;
·         Hata Batak
·         Halak Batak
·         Huta ni Halak Batak
·         Ngolu, Hasomalan dohot Adat ni Halak Batak

2.1            hata batak

2.1.1     Dituliskan dalam Bahasa Batak Sehari – hari (“Hata Batak na hinatahon ni halak Batak siganup ari”)

Mangongkal holi dituliskan dalam bahasa Batak sehari-hari yang digunakan oleh orang Batak – “hata na hinatahon ni halak Batak siganup ari”, atau dengan kata lain, ditulis dalam bahasa Batak yang dimengerti oleh kebanyakan orang Batak, bukan dalam bahasa Batak yang dipaksakan harus “hata batak”. SPT berusaha keras, agar emosi dan suasana dalam tulisan tersebut tetap dalam nuasa apa adanya perlilaku tokoh-tokoh dalam cerita tersebut, dan menyentuh para pembacanya dalam tahap yang paling standard, tanpa perlu harus mengernyitkan dahi untuk mencari kamus Bahasa Batak dalam mengartikan kata demi kata. Sehingga pembacanya benar-benar “berbahasa Batak” layaknya bertemu dengan teman, keluarga atau sedang ngobrol di warung kopi (lapo). Hata Batak tersebut sangat akomodatif terhadap bahasa-bahasa “keseharian” atau “gado-godo” dari bahasa Batak, Bahasa Indonesia atau Bahasa Asing lainnya, ketika sulit dicarikan padanannya dalam bahasa batak baku yang lazim didengar dalam percakapan sehari-hari. Seandainya SPT memaksakan buku ini harus “marhata Batak’, saya khawatir buku ini menjadi tidak menarik untuk dibaca.
Beberapa kutipan dari buku tersebut antara lain:

-         “mulahulak do diarsakhon ibana “peristiwa” mahasiswa Trisakti……..”korban” Tsunami….”Sae Dodak. Hal 47
-         …….”laos sian Medan ma di-”sewa” motor barang …….”Meja Makan, hal 65”
-         “Ndang na porsea ahu nian, alai na gabe “hempot”…………..”Lali Panggora, hal 81”
-         “Mangkuling “telepon genggamhu”,…… “hona serangan jantung”…”ai tarbayang Bang Tagor disi”…….Lali Panggora, hal 81,82”
-         “Aut sugari ahu manggadis manang manggadehon prinsip, manjehehon angka donganhu, dapot ahu do ulaon dohot jabatan na humebat sian si Todung I”…. Lanteung, hal 92
-         Mansai takzim huida……..Omak, hal 112
-         “Sogot manogot huida Inang manutung sampa…..Huta nami di Bona ni Dolok (Hal, 128)

2.1.2     Ditulis dalam Bahasa Batak yang taat pada penulisan Hata Batak dan Struktur Kalimat Bahasa Batak –(“Sinurathon ni Pande Panurat na hot diruhutruhut ni pangguriton dohot struktur hata Batak”)

Dalam penulisan hata Batak yang digunakan dalam Kumcer Mangongkal Holi, SPT sangat berusaha sekali untuk tunduk pada aturan-aturan baku penulisan dan struktur berbahasa Batak, seperti;
Penulisan Kata berulang
Struktur kalimat berbahasa batak: Mulahulak, torsatorsa, marudutudut. saringsaring
Struktur kalimat berbahasa Indonesia: Mulak-ulak, Torsa-torsa, marudut-udut, saring-saring

Penulisan Menyatakan tempat
Struktur kalimat berbahasa Batak; disi ( “di” sebagai kata depan)
Struktur kalimat berbahasa Indonesia: di si

Disamping itu, dalam bahasa Batak terdapat kata-kata yang berbeda penulisan dan pengucapannya, seperti;
Dituliskan “Tadinghon”, di baca “Tadikkon”
Dituliskan “Tingki”, di baca “Tikki”
Dituliskan “angka” dibaca “akka”, dst.

2.2          halak batak

2.2.1     Alami

Kumcer Mangongkal Holi menceritakan tentang orang Batak secara natural, apa adanya, mulai dari orang Batak yang sudah menikmati kemajuan, yang menang, yang kalah, yang terlindas oleh kemajuan, yang gila (pesong) sampai kepada Halak Batak yang masih percaya pada dukun dan tahyul

Beberapa petikan tulisan dalam Kumcer Mangongkal Holi yang menggambarkan tentang hal tersebut, antara lain;

Yang menang……………
-          Benny   …………………………..”Mangongkal Holi” (Hal, 1)
-          Martua (si Anggota) …………….. ”Meja Makan” (Hal, 53)
-          Todung…………………………... ”Lanteung” (Hal, 85)
-          Mongga…………………………...”Mardame di Bot ni Ari” (Hal. 143)
Yang Kalah……………
-          Nai Marsella…………………..”Unang Tinggalhon hami Jonggi”
-          “Ahu”…………………………”Sae Dodak”
-          “Among”, “Ahu”……………...”Lanteung”
Yang terlindas oleh kemajuan ……………
-          “Hutanami di Bona ni Dolok”

Yang gila…………….
-          Si Pesong……………………”Sae Dodak”
Yang percaya akan dukun dan “Lali Panggora”
-          “Mangongkal Holi”
-          “Lali Panggora”

2.2.2     Orang Batak yang menatap kepada Kemajuan dan Kemenangan

Sudah menjadi karakter orisinil Halak Batak yang selalu berambisi untuk mengejar kemajuan, dan kemenangan, yang mungkin merupakan bagian filosifis kehidupan Halak Batak untuk mengejar Hasangapon. SPT dalam KumCer ini sangat baik memetik ujar-ujar orang Batak yang menggambarkan ambisi dan pengajaran tentang hal tersebut, seperti pada petikan berikut:

-         “… …marhua ho mangaranto tu Jakarta ianggo tong do losung pinungka ni daompung mon gulutonmu”…. Sae Dodak, hal 44
-         “Ai na dirimpu ho do angka siotooto molo parhutahuta? Lam loak ho huida. Haru manuk sitalutalu ndang adong ingananna di huta on”…..Lanteung, hal 90
-         “Alai ummarga do di ahu horbo na marniang bangkirison unang ianakhon na mulak balging luangan sian pangarantoan”..................Huta nami di Bona ni Dolok, hal 115

2.2.3     Orang Batak, merindukan Anak Laki-laki

Sudah jamak mendengarkan bahwa Halak Batak sangat merindukan anak laki-laki sebagai “si junjung goar” atau penerus dari sebuah keluarga.

 “Aut sugari baoa ahu nian……aut unang boruboru”….. Mardame di Bot ni Ari, hal 142

2.2.4     Orang Batak: Among, Inong, Pardijabu, Namarhahaanggi

Secara spesifik Kumcer Mangongkal Holi juga menggambarkan karakter pribadi-pribadi orang Batak seperti Among(Bapa), Inong (Ibu), Pardijabu (Istri) dan Kakak beradik (Namarhahaanggi)

Among.
Bagi orang Batak yang lahir dan besar di Tanah Batak pada periode sebelum tahun 1975, barangkali akan segera meng’ya”kan karakter Among yang digambarkan dalam Kumcer Mangongkal Holi tersebut, antara lain:

-         Sigurudok………..Lanteung (Hal, 83)
-         Siparrohabatu, siparhatasada…Lanteung (Hal, 96)
-         Sijogal roha, Si Kapala Batu……Mardame di Bot ni ari (Hal 134)
-         Parmuruk jala parrimas na so haombunan …Paima Mata ni ari Binsar, (Hal 153)
-         Si sobur tuak jala Parpollung di lapo manipat ari
-         Lali Panggora…..(hal 72)
-         Lanteung ……(hal, 86,88)
-         Hira ganup borngin do Damang tuahon…..Paima Mata Ari Binsar, hal 154
-         Girgir paleashon anakhon na:
-         Sate Soto – mate na oto,. Madabu tulpang tu gambo, mardomu rupa tu pangalaho …Lanteung (Hal. 88)
-         “Naung mangungu do ho, Lanteung!? …Lanteung (hal, 88)
-         Lapungkiap……………..Hutanami di Bona ni Dolok (Hal, 124)
-         Paijo…………….Mardame di Bot ni Ari
-         Sumber inspirasi di anakhonna
-         “Ala anakmu do ahu, Among!, anak ni jolma siparroha batu, siparhatasada. Alai dipaturun Among do mudar na so tau marjehe tu ahu. Rap rara do mudarta, Among”….Lanteung, hal 96
-         Alai holip, balga do tong rohana. Ai dang piga be jolma na sai ojak marsihohot hadirionna songon amana I………..Mardame di Bot ni ari, Hal 145.
-         Pejuang di angka ianakhonna
-         “Pogos do ahu Amangmu. Ho do Panggoaranku. Ho ma si pungkaparik di hita, sipungkadalan….Andul umbalga rohangku paborhat ianakhonhu tu na dao pature ari sogot………Hutanami di Bona ni Dolok, hal 115.
-         Ojak marsihohot di hadirionna (Penuh integritas)
-         Ndang tartuhor halak ahu…….Lanteung, hal 95
-         Marga I dang gelar, dang silehonlehon……..Mardame di Bot ni Ari, hal 145
-         Sangap di anakhonna
-         …….alai tung dipasuda tangisna do gogo ni si Mongga. Sai dilangehon huhut tumatangis hinorhon ni las ni rohana……..Mardame di Bot ni ari Hal, 151
-         …..asa dilehon partingkian parpudi du Damang marnida si Paian mulak……..Paima Mata Ari Binsar, hal 167
-         Demokratis
-         Panghataion ni “Ahu” dohot “Among” ………………Lanteung, hal 88 – 96

Inong – Parholaong roha nasohasuhatan
Barangkali tidak aneh kalau mayoritas orang Batak, terutama laki-laki (?) adalah parroha Inong!. Dan hal ini mungkin juga terdorong oleh keseharian Tulang SPT mewakili Halak Batak yang mempunyai perasaan yang sama terhadap figure Inong, seperti yang kita baca dalam bagian cerita:
-         Unang tadinghon hami Jonggi………..hal 32
-         “Sabam do tutu Inang,. Sip ibana huhut diapusi iluna….Lanteung, hal 90
-         ”Bah!, Saut!”, hubege soara ni Inang mangangguk ……Hutanami di Bona ni Dolok, hal 123
-         …..Padiar ma, unang pola anturehon hata ni Amang I ……Mardame di Bot ni Ari, hal 134
Dalam bagian cerita Lanteung, cukup menarik SPT menggambarkan bagaimana posisi seorang istri dalam Keluarga orang Batak, baik terhadap suami (Among) dan anak-anaknya. Cukup menarik sebenarnya menyimak hal ini, yang bisa kita tafsirkan dalam berbagai macam presepsi baik secara negative maupun positif. Akan tetapi, dalam segala aspek perlakukan Among kepada Inong dalam keluarga Batak, Inong selalu menjaga dirinya untuk tidak melawan Among dihadapan anak-anaknya, keluarga maupun di tengah keluarga atau adat. Inong memang merupakan figur yang sangat istimewa bagi orang Batak, beliau adalah malaikat penuh kasih yang turun ke dunia bagi anak-anaknya.

Pardijabu yang Bijaksana
Terlepas dari praduga politicking istri si Anggota (dalam “Meja Makan”), saya melihat bahwa Mangongkal Holi mencoba menggambarkan bahwa istri Halak Batak adalah figur yang sangat bijaksana, penasehat setia sang Suami, dan si Paombun roha ni Amanta ditingki ro arsak ni roha.
-         ‘’………….dilehon pardijabu ma di ibana sabungkus indahan dohot samponggol jahir na niarsik…………. Sae Dodak, hal 42
-         “meja itu memang membawa berkat, tapi agaknya kita tidak boleh memonopoli berkat…..Meja Makan, hal 67

Kesenjangan antara Tradisionil vs Modern
Di samping menggambarkan karakter tradisionil Halak Batak, Mangongkal Holi juga mencoba menggambarkan perkembangan karakter generasi baru Halak Batak dan sudut pandang mereka terhadap nilai-nilai Habatahon akibat perkembangan zaman yang mereka alami.
-         Namarhahaanggi
-         Mangongkal Holi
Cerita ini menggambarkan kesenjangan cara pandang antara anggota keluarga yang telah mengenyam pendidikan lebih tinggi (Modern) dengan saudara-saudaranya yang masih tinggal di kampung (tradisionil) tentang penghargaan orangtua
-         “………….Alai na mangongkal holi on ma jolo tahaporluhon”
-         “Bah, dia do dalanna umporlu parjabuan ni na mate sian na mangolu?”………..hal 12

-         Meja Makan
Pada bagian ini Mangongkal Holi mencoba menggelitik para pembacanya tentang pertentangan sudut pandang Halak Batak modern yang materialistik dan egois dengan nilai-nilai moral dan kebersamaan dalam keluarga.
-         …..Gogo ni hauma, porlak dohot na asing…..di hamu ma I sude,
-         Rap do hita diparmudumudu Damang-Dainang…… lam ganda ma nian halak …………haseahinorhon ni pangajarion dohot jamita ni panditanta sian langgatan i…….hal 66
-         Orangtua vs Anak
-         Mardame di Bot ni Ari
Mongga (“Mardame di Bot ni Ari”) dengan baik digambarkan mewakili cara pandang Halak Batak Modern yang ingin me”Margakan” calon suaminya demi pemenuhan pelaksanaan adat perkawinannya dengan lelaki non Batak. SPT melalui cerita ini mengingatkan Halak Batak, bahwa Marga bukan Gelar, penerimaan untuk diangkat menjadi orang Batak mempunyai konsekuensi dan komitment yang harus dijalankan bukan hanya selama hidup penerima saja, tapi juga oleh semua keturunan yang menerima Marga. Mardame di Bot ni Ari juga menggambarkan cara pandang halak Batak tradisionil (Ama Mongga) dalam menyikapi perkawinan anaknya Mongga dengan orang non Batak, walaupun Mongga merupakan anak perempuan satu-satunya dalam keluarga Ama Mongga. Kita dapat membayangkan sikap yang akan dilakukan oleh Halak Batak Modern saat ini, apabila dalam posisi seperti Ama Mongga dengan Anak yang sudah lulus S2 dan mempunyai kedudukan yang baik dalam pekerjaannya.

2.3          Huta ni halak Batak

Di mana dan seperti apakah Kampungnya Halak Batak?
Mangongkal Holi mencoba menggambarkan kenyataan tentang Kampungnya orang Batak, antara lain melalui petikan-petikan berikut:
-         Topi ni Tao Toba
-         ….morot ma bibir ni aek Tao Toba, pola martolupulu meter…… …..Mangongkal holi, hal 2
-         Di Bona ni Dolok di topi ni Tao Toba, mamolus binanga na marlegotlegot, dipamatang ni binanga adong dalan ni padati….Hutanami di Bona ni Dolok…..hal 121-122
-         Angka hau naung ranggason hot dope jongjong humaliang jabu. Hot dope tio jala menak sisik ni Tao Toba nang pe lam humurang halak martapian disi……Mardame Bot ni Ari, hal 133
-         Huta na luang jala tarulang
-         Huta na marbalokhon bulu duri, jojor dua masidompakdompahan, nunga mansai buruk, burburon, lapuhon ……nunga marumpak ala luang so diingani be…..Unang Tadinghon Hami, Jonggi, hal 28
-         Wilayah Toba…..Balige, Laguboti…….
-         Hea masa porang ………..Omak, hal 99

2.4          Adat ni halak Batak

Berikut petikan-petikan dari Kumcer Mangongkal Holi yang menggambarkan tentang Adat Batak
-         Mahal - Mansai Arga, ingkon godang hepeng
-         Dang taralang balga ni hepeng tusi, Angkang…….Mangongkal holi, hal 11
-         ……nantoari nunga satolop manggadis horbona ‘gaja toba’ I laho tu pesta ni Dahahang……..Sae Dodak, hal 48
-         Marpulupulu juta, ia so marratus do hepeng nisi Anggota tusi. Pulik dope biaya pesta manang angka na mosok hombar tu ulaon i…..Meja Makan, hal 59
-         Tidak Generik – Rumit, semau kita.
-         Angkang, sian nantoari nunga sai galak ateatengku marnida pangalaho ni angka jolma on. ……..Mangongkal holi, hal 3.
-         Dipimpin Ama - Diuluhon Ama…..
-         “I do umbahen na hugogohon hami maniopi ho, Hasian. Unang tinggalhon hami angka na mabalu on…….Unang Tinggalhon Hami, Jonggi, hal 27
-         Hanya Orang kaya yang pantas melaksanakan adat - Ulaon ni na mora do patupa pesta adat
-         Abang, ianggo ahu – pangaragat tuak, pesta sadari pe ndang suman. Tung soadong halak mangarehei ahu molo ndang hupatupa ulaon mangonghal holi jala pajongjong parpandaan naimbaru…..Meja Makan, hal 64
-         “…..ndang ditorsahon ulaon ni Aman ni Hinsa, ulaon ni Ama ni Jonggang manang ulaon ni Nan Tiher….Ulaon ni si Anggota do ditorsahon halak…….Meja Makan, hal 64

3                   Tona ni Mangongkal holi

3.1            Hata Batak

Saya percaya, latar belakang SPT mengupayakan penerjemahan karya-karyanya dalam Kumpulan cerita pendek berbahasa Batak adalah wujud kecintaannya kepada Hata Batak dan Habatahon. Dan melalui buku ini saya menangkap pesan yang ingin mengatakan “Argahon ma Hata Batak I, andorang so mate punu sian hasiangan on”. Dalam kenyataan sehari-hari, hal tersebut dapat dengan mudah kita terima, dengan berbagai permasalahan yang dihadapi orang Batak dalam mencintai Bahasa Batak, antara lain disebabkan:

Hata Batak itu Sulit – Maol
-         Asing Panurathonna dohot Panghataion
Berbeda penulisan dan pengucapan -  “asing panurathonna dohot panghataion”
Pesan yang ingin disampaikan oleh Kumcer Mangongkal holi adalah bahwa belajar Hata Batak (mempertahankan hata Batak), tidak cukup hanya mendengar akan tetapi juga dengan membaca dan menulis. Hal inilah yang harus dilakukan untuk membiasakan Halak Batak dengan Hata Batak. Kehadiran Kumcer Mangongkal Holi menjadi inspirasi bagi para penulis lainnya untuk memperbanyak khasanan karya sastra dalam Bahasa Batak.
-         Hallang
Sudah sangat banyak Halak Batak saat ini yang sangat jauh dari pemakaian Hata Batak, akibatnya baik untuk membaca maupun mengucapkan, apalagi menuliskan membutuhkan usaha yang ekstra keras. Dalam berbagai aspek, Halak Batak lebih suka untuk menggunakan Bahasa lain walaupun sesama Batak atau internal Keluarga, kalaupun menggunakan Hata Batak sudah lebih mudah untuk mencampurkannya dengan kata-kata dari Bahasa Indonesia atau dari Bahasa Asing lainnya.
Hata Batak itu Aneh
Bagi generasi orang Batak yang telah lahir di luar Tanah Batak, dan sangat terbatas berinteraksi dengan Hata Batak -  kalaupun ada barangkali hanya melalui komunikasi verbal atau mendengarkan music - membaca tulisan berbahasa Batak menjadi Aneh dan sulit dimengerti.
Dituliskan “tingki”, di dengar “tikki”, etc…….
Hata Batak itu Tidak Penting dan tidak bernilai Ekonomis
Kenyataan yang terjadi saat ini adalah makin banyaknya orang Batak yang hidup dalam lingkungan yang tidak memerlukan Hata Batak. Beberapa pernyataan yang sering muncul antara lain:
-         “Ah…..ga ngerti….ah. Ngapain belajar hata batak, ga da guna, toh tidak dipakai juga untuk kerja atau gaul dengan teman-teman”
-         “Ah…toe ma, aha be siguluton sian hata batak I huroha, ai tong naso mulak be iba tu huta, marhuta jala mangodang diparserahanon nama sude angka dakdanak on……..”
Tidak ada lembaga yang perduli dengan Hata Batak
Kecuali gereja-gereja Batak, tidak ada lagi lembaga formal yang perduli dan mau menggunakan Hata Batak. Bahkan, fenomena penggunaan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, juga telah mengikis habis penggunaan Bahasa Batak di Sekolah-sekolah dan lembaga pemerintahan yang ada di Tanah Batak. Mengherankan sebenarnya menyaksikan fenomena ini, sementara kalau kita menyaksikan kantor-kantor pemerintahan seperti di Jawa ini, beberapa suku masih mempertahankan pemakaian Bahasa atau bahkan Tulisan mereka secara formal dalam pemerintahan daerah setempat.
Contoh:
Pemakaian nama-nama Jalan di Wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah
Penulisan ujar-ujar lokal di kantor-kantor Pemerintahan Jawa Barat, Jawa Tengah, dll

Media Massa?, banyak media massa yang membawa nama-nama Batak atau Tapanuli, tapi tidak satupun dari media tersebut yang berbahasa Batak, apalagi mampu bertahan lama. Bandingkan dengan Mangle – majalah berbahasa sunda, yang masih bertahan sampai sekarang. Lagi-lagi, Lembaga gereja menjadi benteng satu-satunya yang mempertahankan hata Batak, melalui “Surat Parsaoran Immanuel” yang masih bertahan sampai sekarang.

Melihat kenyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa nasib Hata Batak sudah ibarat menunggu kepunahannya dari alam semesta ini – mate punu sian hasianganon.

3.2            Halak Batak

Setelah membaca Kumcer Mangongkal Holi, mari kita sejenak untuk berfikir Siapakah yang dimaksud dengan orang Batak?
-         Yang lahir sebelum tahun 1965 dan dibesarkan di Tanah Batak ? 
-         Natoras na Otoriter jala nasai olo paleashon ianakhonna?
-         Ianakhon na bangkol manghatai tu natorasna?
-         Na hot diruhutruhut ni adat dohot hasomalan ni Batak najolo?
-         Tongtong mangaranap di hamajuon?
-         Na pardirgak simajujung, pajingjing hamoraon diparadaton?
-         Na ojak marsihohot dihadirion, naso olo manggadis, manggadehon hadirionna, dohot manjehehon angka donganna ?
-         Natongtong pasangaphon natorasna?

Barangkali generasi yang lahir pra 1965, dan dibesarkan di Tanah Batak adalah generasi inilah mungkin yang masih merasakan originalitas Habatahon orang Batak yang sebenarnya. Generasi inilah yang masih mempunyai keterkaitan yang kuat dengan Hata Batak, Halak Batak, Huta ni Halak Batak dan Ngolu, Hasomalan dan Adat ni Halak Batak. Sementara, orang-orang Batak yang lahir dan dibesarkan di luar Tanah Batak, dan tidak mempunyai keterikatan pengalaman hidup secara langsung dengan hal-hal tersebut akan sangat sulit untuk menggambarkan typical orang Batak yang sesungguhnya. Kita mungkin dapat membandingkan Habatahon sebuah keluarga yang secara rutin pulang kampung dengan Habatahon keluarga-keluarga yang sangat jarang berinteraksi dengan orang Batak apalagi untuk pulang kampung sekali setahun. Lantas Orang Batak seperti apakah mereka?. Dan bagaimanakah mereka mencari dan beradaptasi dengan nilai-nilai, hata, karakter, adat orang Batak? Belum lagi kita mempertanyakan kesalahan-kesalahan elementer yang dilakukan oleh generasi “Halak Batak Asli” untuk memperkenalkan nilai-nilai habatahon tersebut dalam referensi yang mereka tidak mengerti, kenal dan rasakan.
Apakah gambaran orangtua yang otoriter, yang suka melecehkan anak-anaknya dengan sebutan-sebutan lanteung, lampunghiap, dan seterusnya merupakan gambaran yang sah sebagai Bapak dalam keluarga Batak?  Lucunya, walaupun banyak orang Batak yang merasakan pengalaman hubungan antara Bapak dengan Anak seperti itu, sangat sedikit lelaki orang Batak yang membenci Bapaknya setelah ia dewasa!. Pengalaman buruk tersebut bukanlah hal yang melekat dalam ingatan psikologis orang Batak, akan tetapi justru hal-hal seperti Integritas, Akseptabilitas dan ketokohan ditengah masyarakat adalah hal-hal yang selalu terkenang dan menjadikan Bapak menjadi Idola bagi lelaki Batak. Walaupun, dalam kehidupan saat ini, tidak banyak lagi lelaki Batak yang sudah menjadi Bapak menjalankan sikap Otoriter seperti itu. Bahkan, “ingkau ni Bapa”, “Tes ni Bapa”, ‘Galas ni Bapa”, dan hal-hal lain yang berbau “Bapa” sudah tidak terdengar lagi saat ini dalam keluarga-keluarga orang Batak.

Mangongkal Holi mengajak kita untuk merenungkan Orang Batak seperti apakah kita saat ini?

3.3            Huta ni halak Batak

Membaca Kumcer Mangongkal Holi, mengajak kita untuk merenung sebentar “Di manakah Kampungnya orang Batak saat ini?”

Apakah Kampungnya orang Batak salah satu dari keadaan berikut?
-         Tao na mahiang, gutor jala rotak aekna hinorhon ni limba dohot uap ni Paberik, panangkalan ni angka runta, gok rimarima ni sipanganon ni dengke sian karamba?
-         Huta na luang, tarulang dohot angka jabu naburburon, lapuhon, marumpak so dianturehon?
-         Parbandaan niangka na mora, dohot dalan na sap gambo marbustakbustak di ari udan?
-         Atau malah kita ingin mengatakan, “Kita orang kota coy, Jakarta is my city”

3.4            Adat ni halak Batak

Secara gamblang kita dapat menangkan bahwa pesan yang ingin disampaikan oleh Kumcer Mangongkal holi adalah “Adat nabisuk jala poda nauli do na tinonahon ni Ompunta sijolojolo tubu, ndang adat tu hamagoan dohot ginjang ni roha”.

Kumcer Mangongkal Holi menurut saya ingin mengajak orang Batak kembali ke originalitas nilai-nilai Habatahan tersebut, dengan mempertanyakan hal-hal berikut:
-         Tolong carikan Umpasa, Umpama atau Tona ni natuatua tentang adat Batak yang mengatakan bahwa:
-         “Na ingkon padirgak simajujung, pajingjing hamoraon molo patupa adat Batak?
-         “Na rumingkot pauli inganan ni na mate sian inganan ni namangolu?”
-         “Na ingkon holan na mora boi patupa adat?”

4                   Sipahusorhusoron ni roha sian Mangongkal Holi

Dang lelengbe, mate punu nama tong Habatahon i, ala dang tarargahon:

-         Hata Batak……
-         .”ah, ngak Gaul coy……”
-         Huta ni Halak Batak…..
-         ”Di mana gua idup, disitulah kampung gua, cape amat!…..”
-         Halak Batak………
-         “Orang Batak…..emangnya kenapa?”
-         Adat Batak…….
-         ”Rumit, ga ngerti, ngbisin duit….gak penting-penting amatlah….”

5                   Tona ni Natuatua

Dikutip bagian dari kata sambutan mantan Ephorus HKBP Ds Siahaan almarhum dalam salah satu Buku Adat Batak “ Ruhut-ruhut Ni Adat Batak”.

Bidang do diranap dao ditatap di Adat Batak i.
1.                  Uli idaon angka tujuanna, naeng maraturan na denggan sude ulaon: masiurupan, masiajaran, masipodaan, masitatapan, masihilalaan.
2.                  Naeng maraturan na denggan sude panghataion, pangalaho dohot parange: masiantusan, masihormatan, masipasangapan.
3.                  Naeng maraturan na denggan sude parsaoran: pardongan saripeon, parnatua-tuaon dohot paraniakhonon, parhaha-maranggion, parsahutaon, parsisolhoton, denggan mar-dongan tubu, marhula-hula, marboru.
4.                  Sian najolo, diakui roha ni halak Batak do, naso marguru dijolma sude namasa diportibi on. Ala ni i dihilala roha nasida do na tergantung do ngolu nasida sian hagogoon dohot huaso ni angka na so tarida. Ala ni i mabiar do nasida mangulahon na so uhum, na so adat, mabiar do nasida mangulahon ginjang ni roha dohot lomo-lomo, sai haserepon do dipodahon dohot diparangehon.
5.                  Hape nuaeng (dung tatanda TUHAN), lam godang do taida angka ginjang ni roha dohot hajahaton, lam so mabiar be mangulahon na so uhum na so adat, lam so mabiar be mangulahon sogo ni roha ni DEBATA. Lam godang do marguru tu pingkiran ni jolma sambing halak nuaeng on, ndang manjalo sinondang na sian DEBATA.
6.                  Ala ni i, sai paimbaruonta do adatta, asa dohot hita patolhashon sinondang na sian DEBATA tu hita mamolus zaman na mubamuba. Ringkot angka panorangion taringot tu adat na denggan dibagasan hata dohot gombaran na niantusan ni halak di zaman na tabolus.

Bogor, Maret 2012