Jumat, 23 September 2011

Kebaktian Inkulturasi HKBP Bogor, Juli 2011

Sekitar akhir tahun 80-an saya pernah membaca bukunya Pdt Pensilwilly yang berisi partitur2 Koor dan lagu2 responsoria yang digunakan dalam kebaktian perayaan Jubileum HKBP dalam konsep musik etnis Batak dgn Gondang Batak. Buku tersebut sangat lengkap sekali mencakup semua aspek prosesi/liturgi kebaktian di HKBP mulai dari Votum sampai dengan Pasahat Pelean dan Pasu-pasu. Bukan hanya itu, juga dilengkapi dengan liturgis maminta gondang disetiap segmen dari liturgi tersebut. Beberapa tahun yang lalu, konsep ini saya saksikan melalui Televisi Indosiar yang dilakukan oleh Gereja Katolik Pangururan pada Jumat Agung yang katanya (?) disiarkan ke seluruh dunia dalam rangka paskah. Sejak membaca bukunya Pdt Pensilwilly, saya bermimpi suatu saat dapat melakukan kegiatan seperti itu dalam sebuah gereja lokal di mana saya berada. Sekitar 5 tahun yang lalu, keinginan tersebut kembali terusik, ketika saya ngobrol-ngobrol di halaman gereja kami dengan seorang Natua-tua jemaat kami Amang Gultom, yang juga pemerhati adat Batak dan Habatahon. Dan hampir setiap kali kami bertemu, hal ini selalu disinggung beliau memberikan semangat agar konsep acara seperti itu dapat dilaksanakan suatu saat di gereja kami. Ketika Tahun lalu gereja kami merayakan ulangtahun ke 89, setelah resmi hari lahir gereja kami ditetapkan oleh Pimpinan Pusat HKBP, beliau sangat ngotot sekali untuk mengajukan ide tersebut dilaksanakan di gereja kami, tapi sayang panitia saat itu kurang berminat.
Tadi malam, 16 Juli 2011, mimpi tersebut menjadi kenyataan, kami dapat menguwujudkan acara tersebut dalam suatu konsep yang sangat sederhana inkulturasi budaya batak dalam kebaktian di gereja. Sebenarnya ide untuk mengadakan acara ini boleh dikatakan hanya terjadi dalam yang sangat singkat. Ketika kami mengundang Martogi Sitohang hadir dalam acara malam dana Pembangunan Rumah Gereja, pada tanggal 25 juni 2011. Setelah menyaksikan beberapa penampilan Martogi Sitohang membawakan beberapa lagu-lagu rohani, Amang Pendeta kami melemparkan gagasan untuk membuat sebuah kebaktian Inkulturasi dalam budaya Batak berkolaborasi dengan Martogi. Keinginan ini langsung direspons oleh Amang DR DJ Lubis dan mencoba menyusun liturgis kebaktian Inkulturasi dengan Konsep "150 Tahun Kekristenan di tano Batak, mamboan Hatiuron dohot Barita Nauli". Konsep ini dituangkan dalam 3 aspek pelayanan gereja, Marturia, Diakonia dan Koinonia.

Setelah konsep dasar selesai, timbul pertanyaan "aspek apa dari budaya batak yang akan diadaptasi dalam prosesi kebaktian tersebut, agar layak disebut inkulturasi ?". Apakah dengan memasukkan alat-alat musik batak (uning-uningan) mengiringi lagu-lagu kebaktian sudah layak disebutkan inkulturasi? Keterbatasan pengetahuan tentang Gondang batak dan Budaya Batak secara umum menjadi masalah besar, dan cenderung untuk pasrah saja pada tahap memasukkan uning-uningan batak mengiringi kebaktian gereja.
Keragu-raguan muncul dari ketidak yakinan penerimaan banyak orang akan uning2an Batak dapat dipakai dalam pemujian kepada Tuhan, karena banyaknya anggapan bahwa uning2an adalah untuk menyampaikan doa-doa kepada "Mulajadi Nabolon", yang menurut anggapan banyak pihak adalah "hasipelebeguon. Salah satu unsur penting dalam budaya Batak adalah kehati-hatian dalam menggunakan (mamalu) gondang. Mengundang secara formal gondang batak dalam sebuah acara haruslah didahului dengan "Tua ni Gondang", sebagai alasan dari si empunya acara dalam memanggil gondang dalam acara tersebut. Sementara content dari Tua ni Gondang secara original harus mencakup 3 aspek antara lain: Alu-alu tu Mulajadi Nabolon, Alu-alu tu Sahala/Sumangot ni Ompunta sijolo-jolo tubu, dohot tu Amanta raja, inanta soripada naliat na lolo, yang pasti akan memunculkan kontroversi kalau dilakukan di dalam gereja. Terima kasih kepada Mr Google, saya sempatkan membaca tulisan Teologia Tortor dan Gondang di Blog Amang Pdt Adven Leonard Nababan, yang kemudian saya copi paste menjadi Tua ni Gondang dalam buku acara/Liturgi yang kami siapkan dengan tetap menyampaikan alu2 kepada 3 aspek yakni...Kepada Debata Ama, Anakna Tuhan Jesus Kristus dan Tondi Porbadia (Tritunggal). Tadinya saya berfikir, akan memilih salah seorang natua-tua raja parhata sebagai Parhata untuk maminta Tua Ni Gondang, lengkap dengan ulos Batak dan assesories lainnya. Akan tetapi keraguan kembali muncul, apabila hal itu dilakukan akan menimbulkan kontroversi di jemaat. Beruntung Amang Pdt Resort kami bersedia sebagai Parhata yang maminta Tua ni Gondang dari Langgatan lengkap dengan ulos Batak.


Tua ni Gondang oleh Pendeta Resort sebagai bagian dari Liturgi
Borasni sibuluan dihunti Sianturi, didongani Siborutorop, bahen indahan ni angka
raja. Horas-horas ma uluan, songon ipanuturi, nang situan na torop, bahen sangap di Debata.
Saratus lima pulu taon na salpu, dipungka ma panghobasion mamaritahon barita haluaon tu halak Batak. Dijangkon ompungta do barita na uli i. Ala naung dijangkon Bangso Batak barita nauli, nunga tardok tu Bangso Batak, “marga na pinillit do hamu, hamalimon na Raja, bangso nabadia, houm na ginongomanNa, asa tung dibaritahon hamu denggan ni harohanon ni Ibana, naung manjou hamu sian na holom tu hatiuron haholongan i” (I Petrus :9)
Nuaeng pe Amang pande nami, Pardoal pargonsi, nialap manogot, tinaruhon botari, nunga marpungu hami di bagas joro on, ruas ni Tuhanta,marlas ni roha, marria-ria jala marolop-olop manghalashon pasu-pasu ni Tuhanta Debata tu bangsonta Bangso Batak. Ibana do bonana Ibana do ujungna,Parjolo jala Parpudi.
Antong pasahat ma alu-alu nami:
Alu-aluhon ma jolo tu Debata Ama, na manompa langit dohot tano on, dohot nasa isina, ima TUHAN JAHOWA, Ama na hutanda hami di bagasan goarni AnakNa Jesus Kristus. (manghuling taganing).
Alu-aluhon ma tu Tuhan Jesus Kristus, Anak ni Debata na sasada i, na paluahon hami sian dosa dohot hamatean marhite mudarNa na badia i (manghuling taganing)
Alu-aluhon ma tu Tondi Porbadia na ruar sianAma i dohot sian AnakNa Tuhan Jesus Kristus, na pajongjong huria na badia i. (manghuling taganing).
Nunga rade hami nuaeng laho mamuji Debata marhite uning-uningan. Dimula na I nungga adong hatai, jala saor tu Debata doHata i. Antong, baen hamu ma gondang mula-mulai, ala marmula do na denggan, marmula do nauli, jala Debata do mula ni saluthutna. Laos padomu hamu ma tu gondang somba I, ai Debata do sisombaon jala sipujion ni saluhut, parholongroha jala paruhum natigor. Eme sitambatua ma parlinggoman ni Siborok, Debata do
siboantua sude ma hita on diparorot. (sude ruas manortor)
Beruntung kami mendapat dukungan dari Pendeta yang bertugas pada malam itu, yang secara spontan memperkaya acara yang kami siapkan sehingga pada setiap lagu2 yang akan dibawakan, Pendeta yang membawakan agenda selalu maminta gondang sebelum menyanyikan lagu2 pujian. Masuknya bagian Tua ni Gondang sebagai pembuka kebaktian, kami jaga sebagai titik awal dari kebaktian inkulturasi dengan memasukkan Lagu "Lihatlah sekelilingmu (Kidung Jemaat 428)" yang diiringi dengan seruling yang begitu indah dari Martogi Sitohang sebagai pengiring prosesi para pendeta dan parhalado memasuki ruang gereja. Kemudian pada Gondang Mula-mula dan Gondang Somba, seluruh jemaat manortor di tempat masing-masing.
Setelah acara manortor dengan Gondang Mula-mula, anak-anak Sekolah Minggu kemudian maju manortor mewakili tortor na marliat, yang diiringi dengan lagu "Arbab"


Tortor Sekolah Minggu
Yang cukup menggetarkan seluruh jemaat malam itu adalah pada bagian pengampunan dosa. Sebagai mana lazimnya pada bagian ini, seluruh jemaat diberikan jeda untuk merenungkan dosa-dosanya. Martogi Sitohang mengisi bagian jeda tersebut dengan tiupan seruling yang begitu lembut dan lirih dengan membawakan lagu BE No. 173 "Sai Mulak". Didominasi oleh duet Suling Sopran dan Alto, sayup-sayup terdengar desiran Sarune lagu "Sai Mulak" benar-benar membawa kita harus "mulak" dari dosa-dosa kita.
Kemudian, pada bagian Persembahan, prosesi penyerahan persembahan kami modifikasi. Pengumpulan persembahan diiringi dengan gondang sabangunan dengan lagu "Dison hubuan Tuhan". Akan tetapi setelah semua persembahan terkumpul, para sintua yang mengumpulkan persembahan tidak langsung memberikan persembahan ke altar, tapi menunggu di 3 titik pintu gereja kami. Pareses yang berkotbah malam itu kemudian menyampaikan huasi dari persembahan dan mengajak semua ruas untuk berdiri dan manortor untuk bersama-sama menyampaikan pelean kepada Tuhan. Semua sintua yang pada malam itu berpakaian lengkap dengan ulos Batak, kemudian dengan membawa persembahan yng dikumpulkan masing2 manortorhon persembahan tsb untuk diserahkan kepada altar, sementara Pendeta Parjamita dan Paragenda manortor di langgatan menerima perrsembahan dari Sintua.
Manortor dalam Penyerahan persembahan
Sebelum acara ini kami mulai, kami bertekad menjaga bahwa acara pada malam tersebut bukanlah untuk pertunjukan, akan tetapi benar2 adalah untuk kebaktian. Kelompok Martogi Sitohang adalah bagian dari prosesi kebaktian, sebagai mana dengan Pendeta, parhalado dan semua petugas malam itu.
Dari beberapa SMS dan BBM yang kami terima dari beberapa teman yang hadir malam itu, kami cukup berbahagia mendapat tanggapan yang cukup baik atas acara tersebut, dan cukup menjanjikan bahwa memasukkan unsur budaya batak dalam liturgi kebaktian HKBP dapat diterima oleh komunitas jemaat kristen batak di Bogor. Mudah-mudahan dikemudian hari kami dapat melaksanakan acara yang sama. Kalau pada malam tadi kami masih dibantu oleh Lae Martogi Sitohang, mudah-mudahan gereja kami berminat untuk memiliki seperangkat alat musik uning-uningan sendiri yang akan dimainkan oleh anak-anak kami, sehingga kebaktian alternative inkulturasi budaya batak dapat kami jalankan secara regular sebagai bagian dari visi gereja HKBP yang dialogis. Ketika HKBP mencoba beridalog dengan budaya setempat, akan menjadi sangat baik apabila mampu berdialog dengan akar budaya manusia2 HKBP itu sendiri.