Rabu, 13 Februari 2008

Ale Amanami na di Tarutung

Posting ini ingin mengajak kita agar selalu membiasakan diri untuk berdoa, karena kalau tidak, saya takut anda akan mengalami nasib naas seperti di bawah ini.
Seperti kebiasaan Orang Batak - yang Kristen, penutupan akhir tahun biasanya setiap keluarga mengadakan kebaktian pengucapan syukur atas segala berkat yang telah diterima di tahun sebelumnya dan mohon penyertaan Tuhan untuk menjalani tahun yang baru yang akan datang. Dan memang sudah semestinyalah seperti itu.
Sekitar tahun 80-an, ketika masih menjadi mahasiswa dan tinggal di kost-kostan, kami beberapa teman yang tidak dapat pulang untuk merayakan tahun baru dengan keluarga kumpul di salah satu keluarga untuk berdoa bersama mengakhiri tahun tersebut. Kebetulan orang tua yang punya rumah berkesempatan merayakan tahun baru dengan anaknya yang punya rumah tersebut dan istri mantan Guru Huria pula. Jadilah kebaktian akhir tahun kami menjadi lebih hikmat dan serius, dipimpin oleh Inang Ny. Mantan Guru Huria tersebut. Semua yang hadir dalam acara tersebut diwajibkan untuk berdoa satu persatu. Tentunya setiap orang mendoakan dirinya sendiri terutama orang tuanya yang jauh dari mereka, ada yang di Siborong-borong, Sipultak, Balige, Tarutung, dan kampung-kampung lain di bona pasogit. Kebakitan sungguh berlangsung hikmat, bahkan ketika berdoa ada yang sampai menitikkan airmata - barangkali sedih tidak tahun baruan bersama dengan keluarganya, dan ada juga yang lucu-lucu, terutama teman-teman yang tidak terbiasa berdoa atau mungkin hanya bisa berdoa secara template "ya Tuhan berkatilah makanan ini - Amen".
Giliran pada salah satu teman yang berasal dari Tarutung, yang sudah sangat stress menunggu gilirannya untuk berdoa. Barangkali sepanjang acara kebaktian tersebut si teman kita ini sudah menghapal bagian-bagian yang akan didoakan seperti yang didoakan oleh teman-teman yang lain. Bahkan mulai berusaha untuk tidak mendapat giliran dengan cara mengganggu anak sipunya rumah supaya ada alasan untuk keluar dari gilirannya. Akan tetapi Inang kita yang baik hati itu tidak memberikan kesempatan baginya untuk lari dari antrian. "ehhh.....unang lao ho......satongkin nai ho nama.......", kata si Inang kita yang baik ini. Merasa tidak ada jalan keluar,teman kita ini mulai keringat dingin, dan pada gilirannya dia tidak bisa lari lagi dan mulai berdoa........ "Bapak kami yang di Tarutung....................("Ale Amanami na di Tarutung.................")

Tidak ada komentar: